Sabtu, 18 Oktober 2008

AW dan RH

aw adalah water activity, yaitu ukuran yang menyatakan energi suatu cairan.

Rumusnya adalah: aw = p/p0, di mana p adalah tekanan uap cairan itu, dan p0 adalah tekanan uap air murni pada suhu yang sama.

kalo relative humidity adalah kelembaban relatif yang merupakan persentase jumlah/kandungan uap air dalam satu volume tertentu terhadap total uap air pada saat jenuh. Kelembaban relatif dapat diukur dari tabel psycometri atau bisa juga dari persamaan berikut:

RH = ea/es X 100 %, dimana ea adalah tekanan uap aktual atau jumlah uap air dalam suatu ruangan pada kondisi sebenernya dan es adalah tekanan uap jenuh atau jumlah uap air dalam ruangan ketika akan mulai mengembun. satuan RH adalah persen, es sendiri nilainya dapat diturunkan dari persamaan Claysius-Clapeyron atau dilihat dari tabel.

Prinsip Pengeringan (Dehidrasi) Pangan

Mikroorganisme membutuhkan air untuk pertumbuhan

dan perkembangbiakannya. Jika kadar air pangan dikurangi, pertumbuhan
mikroorganisme akan diperlambat.
Dehidrasi akan menurunkan tingkat aktivitas air (water activity
( aw) yaitu jumlah air yang dapat digunakan oleh mikroorganisme untuk
pertumbuhan dan perkembangbiakannya), berat dan volume pangan.



Prinsip utama dari dehidrasi adalah penurunan
kadar air untuk mencegah aktivitas mikroorganisme. Pada banyak produk, seperti sayuran, terlebih
dahulu dilakukan proses pengecilan ukuran (misalnya diiris) sebelum
dikeringkan. Pengecilan ukuran akan meningkatkan luas permukaan bahan sehingga
akan mempercepat proses pengeluaran air.
Sebelum dikeringkan, bahan pangan sebaiknya diblansir untuk
menginaktifkan enzim yang dapat menyebabkan perubahan warna pangan menjadi
coklat.



Pengeringan dengan cara penjemuran dibawah sinar
matahari merupakan suatu metode pengeringan tertua. Proses penguapan air berjalan lambat,
sehingga pengeringan dengan cara penjemuran hanya dilakukan didaerah yang
iklimnya panas dan kering. Bahan yang
dijemur mudah terkontaminasi melalui polusi dan binatang seperti tikus dan
lalat.



Metode pengeringan lainnya telah dikembangkan oleh
industri pangan, dan biasanya cocok untuk digunakan pada produk pangan
tertentu. Contohnya adalah pengeringan
semprot dan pengeringan dengan menggunakan pengering model terowongan.



Pengeringan semprot (spray drying) cocok digunakan
untuk pengeringan bahan pangan cair seperti susu dan kopi (dikeringkan dalam
bentuk larutan ekstrak kopi). Cairan
yang akan dikeringkan dilewatkan pada suatu nozzle (semacam saringan
bertekanan) sehingga keluar dalam bentuk butiran (droplet) cairan yang sangat
halus. Butiran ini selanjutnya
masuk kedalam ruang pengering yang dilewati oleh aliran udara panas. Evaporasi air akan berlangsung dalam hitungan
detik, meninggalkan bagian padatan produk dalam bentuk tepung.



Pada pengeringan
menggunakan pengering model terowongan (tunnel drying), udara panas dihembuskan
melewati produk didalam ruang pengering yang berbentuk terowongan. Contoh produk yang dikeringkan dengan cara
ini adalah potongan sayuran kering.

Pertumbuhan mikroba dalam bahan pangan erat

kaitannya dengan jumlah air yang tersedia untuk pertumbuhan mikroba
didalamnya. Jumlah air didalam bahan yang tersedia untuk pertumbuhan
mikroba dikenal dengan istilah aktivitas air (water activity = aw). Jika
kandungan air bahan diturunkan, maka pertumbuhan mikroba akan diperlambat.

Pertumbuhan bakteri patogen terutama
Staphylococcus aureus dan Clostridium botulinum dapat dihambat jika aw bahan
pangan < 0.8 sementara produksi toksinnya dihambat jika aw bahan pangan
kurang dari < 0.85. Sehingga, produk kering yang memiliki aw <
0.85, dapat disimpan pada suhu ruang. Tapi, jika aw produk >0.85
maka produk harus disimpan dalam refrigerator untuk mencegah produksi toksin
penyebab keracunan pangan yang berasal dari bakteri patogen.

Perlu diperhatikan bahwa nilai aw < 0.8
ditujukan pada keamanan produk dengan menghambat produksi toksin dari mikroba
patogen. Pada kondisi ini, mikroba pembusuk masih bisa tumbuh dan menyebabkan
kerusakan pangan. Bakteri dan kamir butuh kadar air yang lebih tinggi
daripada kapang. Sebagian besar bakteri terhambat pertumbuhannya pada aw
< 0.9; kamir pada aw < 0.8 dan kapang pada aw < 0.7. Beberapa
jenis kapang dapat tumbuh pada aw sekitar 0.62. Karena itu, kapang sering
dijumpai mengkontaminasi makanan kering seperti ikan kering dan asin yang tidak
dikemas. Penghambatan mikroba secara total akan terjadi pada aw bahan pangan
< 0.6.

reneable energy

In the popular movie, Forrest Gump, the title character tells everyone he meets, “Life is like a box of chocolates; you never know what you’re going to get.”

What researchers got when they tried an experiment with chocolate and bacteria was a sweet new source of clean, renewable energy, according to a report in the journal Biochemical Society Transactions.

Bacteria Produce Hydrogen from Chocolate Waste
Microbiologist Lynne Mackaskie and her team of researchers at the University of Birmingham in the UK found a way to produce hydrogen by feeding waste products from a chocolate factory to Escherichia coli bacteria.

The researchers fed the bacteria (better known as E. coli bacteria) diluted caramel and nougat waste left over from the chocolate-making process. The experiment created conditions that caused the bacteria to ferment the sugars in the chocolate waste, which generated organic acids so toxic to the bacteria that they began converting formic acid to hydrogen like mad.

The researchers used the hydrogen to power a fuel cell, which generated enough electricity to run a small fan. Hydrogen is one of the cleanest renewable fuels around. When it is used to power fuel cells, for example, the only byproduct is water.

A Breakthrough for Renewable Energy
The discovery of a way to extract hydrogen from food waste could be a real breakthrough for both industry and the environment, because the process isn’t restricted to chocolate waste. It works equally well on many other types of waste.

The ability to convert food waste into clean renewable energy instead of garbage has the potential to transform the food industry. Using this process, food factories could conceivably use their own waste products to power their manufacturing operations, or to fuel a fleet of hydrogen-powered vehicles.

“Hydrogen offers huge potential as a carbon-free energy carrier,” Mackaskie said in a university press release. “Although only at its initial stages, we’ve demonstrated a hydrogen-producing, waste-reducing technology that, for example, might be scaled-up in 5-10 years’ time for industrial electricity generation and waste treatment processes.”

Value of New Renewable Energy Source Widespread
Mackaskie and her researchers found that E. coli bacteria also have other industrial uses. For example, when bacteria were added to a production line that recovers the precious metal palladium from the catalytic converters of old cars, the results were remarkable.

Bacteria were added to a vat filled with hydrogen and liquid waste from old converters. Essentially, the bacteria produced hydrogenase, which split the hydrogen into electrons that bonded with palladium trapped in the converter waste, and then stuck to the bacteria. Once the bacteria were coated with palladium, they could be recycled as catalysts for other industrial processes.

So the next time you decide to sneak a candy bar or indulge in a rich chocolate dessert, forgive yourself the extra calories. With every bite, you may be helping to save the planet.

Renewable Energy & Alternative Fuels

Sweden Aims to be First Oil-free NationBiofuels: The Pros and Cons of BiofuelsTurning Pet Feces Into Power

Mengubah Limbah Menjadi Energi Bersih

Limbah adalah masalah lingkungan hidup utama bagi semua negara. Bila ada lebih banyak orang di seluruh dunia menjalankan prinsip Mengurangi, Menggunakan Kembali, dan Mendaur Ulang sebagai bagian dari gaya hidup mereka, maka jumlah limbah yang dihasilkan akan jauh berkurang. Lebih baik lagi bila kita dapat mengubah limbah menjadi energi yang bersih dan menggunakannya kembali. Hal ini tidak saja mengurangi masalah TPA, juga akan mengurang emisi gas rumah hijau.

Berbagai proyek pengembangan ramah lingkungan dimulai di seluruah dunia dan memberikan gambaran yang jelas bahwa pengembangan yang mendukung lingkungan hidup dan mencegah perubahan iklim merupakan tujuan yang dapat dicapai.

Pabrik Bio-Metanisasi Pertama di Singapura

Pada Tahun Emas 2 (Tahun 2005), sebuah pabrik pengolahan limbah organik dibangun di Singapura oleh perusahaan limbah IUT. Pabrik ini dibuat untuk mengubah sampah makanan dan sampah organik dari hotel, dapur, dan pabrik makanan menjadi energi bersih dan kompos. Dengan menggunakan proses bio-metanisasi, maka bakteri akan menguraikan sampah makanan menjadi kompos serta gas metan. Gas ini ditampung dan digunakan untuk menjadi bahan bakar mesin besar bertenaga gas untuk menghasilkan listrik. Ini adalah yang pertama di Singapura dan terbesar di Asia. Pabrik ini memiliki kapasitas 800 ton sampah organik setiap harinya dan menghasilkan listrik yang cukup untuk menjalankan operasi pabrik ini serta lebih dari 10.000 fasilitas industri lainnya.

Banyak negara lain yang juga memiliki pengembangan yang sama, atau membantu petani serta industri pabrik untuk memiliki fasilitas mengubah sampah di pabrik mereka sendiri sehingga energi yang dihasilkan menjadi lebih murah dan tersedia dengan cepat.

Referensi: http://www.iutglobal.com/iut-tech-bio-methanisation.asp

Generator Ringan yang Mengubah Sampah Menjadi Listrik
Professor Nathan Mosier of the Purdue University works with the tactical biorefinery designed to convert waste into electricity

Peneliti dari Universitas Purdue telah menciptakan kilang bahan bakar bio ringan, sebesar sebuah kendaraan van, yang mengubah makanan, kertas, dan sampah plastik menjadi listrik.

Kilang bahan bakar bio ini memproses limbah yang beraneka ragam pada saat yang sama. Sampah makanan difermentasikan menjadi etanol dengan menggunakan ragi industri serta mengubah plastik, kertas, maupun residu sampah lainnya menjadi metana dan propane kualitas rendah yang menggunakan unit gas. Gas dan etanol kemudian disalurkan ke pembakaran mesin disel yang menjadi sumber tenaga generator untuk menghasilkan listrik. Sistem ini sangat efisien dan dapat menghasilkan 90% energi lebih banyak dari yang dibutuhkan sistem ini sendiri, dengan sisa pembakaran abu yang tidak berbahaya.

Walaupun dikembangkan untuk digunakan oleh militer, penciptanya berharap agar dapat digunakan oleh masyarakat sipil, seperti di daerah pemulihan bencana atau sebagai sistem pembangkit tenaga tambahan.

Referensi: http://www.technologyreview.com/Energy/18183/

Mengubah Biomass dan Sampah Makanan Menjadi Energi yang Bisa Dipergunakan
Profesor Ruihong Zhang dari UC Davis menyekop sisa makanan dari restoran di San Francisco ke sistem pengubah energi biogas


Profesor Ruihong Zhang di kampus Universitas California Davis telah mengembangkan pencerna anaerobik yang menggunakan bakteri untuk mengubah sampah makanan, sisa hasil panen, dan biomass lainnya menjadi gas hidrogen serta metana yang dapat dibakar untuk menghasilkan listrik atau digunakan sebagai bahan bakar kendaraan.

Proyek Energi Biogas dimulai oleh universitas tersebut dan dianggap sebagai alat peraga berskala besar yang pertama dari teknologi ini di Amerika Serikat. Setiap ton sampah makan dapat menghasilkan energi yang cukup untuk menghasilkan listrik bagi 10 rumah di Kalifornia setiap hari.

Sistem yang dikembangkan Profesor Zhang berbeda dari pencerna anaerobik lainnya yang dibiasanya digunakan di sarana pengolahan air kotor dan peternakan. Sistem ini dapat memproses lebih banyak macam benda padat dan sampah cair, termasuk sisa makanan, sampah pekarangan, rabuk hewan, dan jerami padi. Dibandingkan dengan sistem lainnya, sistem ini lebih efisien serta hanya memerlukan setengah dari waktu yang biasanya diperlukan untuk mengubah sampah menjadi energi. Lebih jauh lagi sistem ini menghasilkan dua gas bersih - hidrogen dan metana, sementara sistem yang lain hanya menghasikan metana.

Referensi: http://www.news.ucdavis.edu/search/news_detail.lasso?id=7915

Membuat Energi dari Air Asam
Petani Moses Urio berharap agar dia tidak harus membeli diesel lagi


Di Tanzania, sebuah pengalih bio-gas dikembangkan sebagai bagian dari proyek yang lebih besar yang didanai pemerintah Swiss untuk memberikan penghasilan tambahan kepada para petani kopi.

Sistem pengalih ini dapat mendaur-ulang limbah dari proses biji kopi mentah, yang sangat asam. Sifat asam ini sangat disukai oleh mikroorganisme, dan hasil akhir dari proses ini adalah gas metana yang dapat digunakan untuk menggantikan diesel sebagai sumber tenaga mesin para petani.

Sistem pengalih bio-gas ini tidak hanya menolong para petani untuk mendapatkan uang yang lebih banyak dari kopi mereka, tetapi juga dapat mengurangi pengrusakan lingkungan yang dapat disebabkan oleh air yang bersifat asam.

Referensi: http://news.bbc.co.uk/2/hi/africa/6571547.stm

Menggunakan Bakteri untuk Memisahkan Hidrogen dari Sampah Coklat

Tim Riset Inggris yang dipimpin oleh Lynne Mackaskie di Universitas Birminghan, Inggris Tengah, menemukan bahwa bakteri Escherichia coli, bila diberi makan dengan limbah dari pabrik coklat maka akan memproduksi hidrogen, salah satu bahan bakar dari daur ulang paling bersih. Penemuan bahwa Hidrogen dapat dipisahkan dari sampah makanan dapat merupakan penemuan penting baik bagi industri dan lingkungan karena proses ini bekerja baik dengan banyak jenis limbah lainnya, tidak terbatas hanya pada limbah coklat.

Referensi: http://environment.about.com/od/renewableenergy/a/chocolatefuel.htm

Mengubah Limbah Makanan Menjadi Gas untuk Masak

Sebuah laboratorium nasional di Filipina telah mengembangkan biogas ringan ramah lingkungan yang dapat mengubah sampah dapur menjadi gas yang dapat digunakan melalui proses fermentasi alami. Sistem ini dapat menyimpan lebih dari 211 liter sampah dapur yang dapat diuraikan. Proses fermentasi memakan waktu semalam dan gas yang dihasilkan dapat digunakan untuk keperluan masak untuk satu hari.

Referensi: http://www.ebc.org.ph/