2.1 Etanol
Etanol atau etil alkohol yang di pasaran lebih dikenal sebagai alkohol merupakan senyawa organik dengan rumus kimia C2H5OH. Dalam kondisi kamar, etanol berwujud cairan yang tidak berwarna, mudah menguap, mudah terbakar, mudah larut dalam air dan tembus cahaya. Etanol adalah senyawa organik golongan alkohol primer. Sifat fisik dan kimia etanol bergantung pada gugus hidroksil. Reaksi yang dapat terjadi pada etanol antara lain dehidrasi, dehidrogenasi, oksidasi, dan esterifikasi (Rizani, 2000). Sifat fisik etanol dapat dilihat pada Tabel 1 berikut ini.
Tabel 1. Sifat Fisik Etanol
Massa molekul relatif | 46,07 g/mol |
Titik beku | -114,1°C |
Titik didih normal | 78,32°C |
Dentitas pada 20°C | 0,7893 g/ml |
Kelarutan dalam air 20°C | sangat larut |
Viskositas pada 20°C | 1,17 cP |
Kalor spesifik, 20°C | 0,579 kal/g°C |
Kalor pembakaran, 25°C | 7092,1 kal/g |
Kalor penguapan 78,32°C | 200,6 kal/g |
Sumber: Rizani (2000)
Etanol atau alkohol dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, antara lain:
- Bahan baku industri atau senyawa kimia, contoh: industri minuman beralkohol, industri asam asetat dan asetaldehid.
- Pelarut dalam industri, contoh: industri farmasi, kosmetika dan plastik.
- Bahan desinfektan, contoh: peralatan kedokteran, rumah tangga dan peralatan di rumah sakit.
- Bahan baku motor.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi jumlah etanol yang dihasilkan dari fermentasi adalah mikroorganisme dan media yang digunakan, adanya komponen media yang dapat menghambat pertumbuhan serta kemampuan fermentasi mikroorganisme dan kondisi selama fermentasi (Astuty, 1991). Selain itu hal-hal yang perlu diperhatikan selama fermentasi adalah pemilihan khamir, konsentrasi gula, keasaman, ada tidaknya oksigen dan suhu dari perasan buah.
Pemilihan sel khamir didasarkan pada jenis karbohidrat yang digunakan sebagai medium untuk memproduksi alkohol dari pati dan gula digunakan Saccharomyces cerevisiae. Suhu yang baik untuk proses fermentasi berkisar antara 25-30°C. Derajat keasaman (pH) optimum untuk proses fermentasi sama dengan pH optimum untuk proses pertumbuhan khamir yaitu pH 4,0-4,5.
Etanol pada proses fermentasi alkoholik terbentuk melalui beberapa jalur metabolisme bergantung jenis mikroorganisme yang terlibat. Untuk Saccharomyces serta sejumlah khamir lainnya, etanol terbentuk melalui jalur Embden Meyernof Parnas (EMP), reaksinya sebagai berikut (Rizani, 2000):
- Glukosa difosforilasi oleh ATP mula-mula menjadi D-glukosa-6 fosfat, kemudian mengalami isomerasi berubah menjadi D-frukstoda-6 fosfat dan difosforilasi lagi oleh ATP menjadi D-fruktosa-1, 6 difosfat.
- D-fruktosa-1, 6 difosfat dipecah menjadi satu molekul D-gliseraldehid-3 fosfat dan satu molekul aseton fosfat.
- Dihidroksi aseton fosfat disederhanakan menjadi L-gliserol-3 fosfat oleh NADH2.
- ATP melepaskan satu molekul fosfat yang diterima oleh gliseraldehid-3 fosfat yang kemudian menjadi D-1, 3 difosfogliserat dan ADP.
- D-1, 3 difosfogliserat melepaskan energi fosfat yang tinggi ke ADP untuk membentuk D-3 fosfogliserat dan ATP.
- D-3 fosfogliserat berada dalam keseimbangan dengan D-2 fosfogliserat.
- D-2 fosfogliserat membebaskam air untuk menghasilkan fosfoenol piruvat.
- ATP menggeser rantai fosfat yang kaya energi dari fosfoenolpiruvat untuk menghasilkan piruvat dan ATP.
- Piruvat didekarboksilasi menghasilkan asetaldehid dan CO2.
- Akhirnya asetaldehid menerima hidrohen dari NADH2 menghasilkan etanol.
Etanol dihasilkan dari gula yang merupakan hasil aktivitas fermentasi sel khamir. Khamir yang baik digunakan untuk menghasilkan etanol adalah dari genus Saccharomyces. Kriteria pemilihan khamir untuk produksi etanol adalah mempunyai laju fermentasi dan laju pertumbuhan cepat, perolehan etanol banyak, tahan terhadap konsentrasi etanol dan glukosa tinggi, tahan terhadap konsentrasi garam tinggi, pH optimum fermentasi rendah, temperatur optimum fermentasi sekitar 25-30°C serta tahan terhadap stress fisika dan kimia.
Fardiaz (1992), fermentasi etanol meliputi dua tahap yaitu:
1. Pemecahan rantai karbon dari glukosa dan pelepasan paling sedikit dua pasang atom hidrogen melalui jalur EMP (Embden-Meyerhoff-Parnas), menghasilkan senyawa karbon lainnya yang lebih teroksidasi daripada glukosa.
2. Senyawa yang teroksidasi tersebut direduksi kembali oleh atom hidrogen yang dilepaskan dalam tahap pertama, membntuk senyawa-senyawa hasil fermentasi yaitu etanol.
Hasil optimal yang diharapkan bila dinyatakan dengan persentase berat yang difermentasi adalah:
- Etil alkohol 48,4%
- Karbondioksida 46,6%
- Gliserol 3,3%
- Asam suksinat 0,6%
- Selulosa dan lainnya 1,2%
2.2. Kulit Nenas
Nenas merupakan salah satu jenis buah-buahan yang banyak dihasilkan di Indonesia. Dari data statistik, produksi nenas di Indonesia untuk tahun 1997 adalah sebesar 542.856 ton dengan nilai konsumsi 16,31 kg/kapita/tahun (Anonymous, 2001). Dengan semakin meningkatnya produksi nenas, maka limbah yang dihasilkan akan semakin meningkat pula.
Menrut Suprapti (2001), limbah nenas berupa kulit, ati/ bonggol buah atau cairan buah/ gula dapat diolah menjadi produk lain seperti sari buah atau sirup. Menurut Kumalamingsih(1993), secara ekonomi kulit nenas mash bermanfaat untuk diolah menjadi pupuk dan pakan ternak. Komposisi limbah kulit nenas dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel Hasil Analisis Proksimat Limbah Kulut Nenas Berdasarkan Berat Basah
Komposisi | Rata-rata Berat Basah (%) |
Air | 86,70 |
Protein | 0,69 |
Lemak | 0,02 |
Abu | 0,48 |
Serat basah | 1,66 |
karbohidrat | 10,54 |
Sumber: Sidharta (1989)
Pembuatan starter
Proses pembuatan starter yaitu medium fermentasi sebanyak 100 ml diinokulasi dengan 3 ose Saccharomyces cerevisiae. Media untuk starter dikocok dalam waterbath shakeer dengan kecepatan 15 rpm dan diinkubasi pada suhu kamar sampai pertumbuhan selnya mencapai fase logaritmik.
Proses Fermentasi
0 komentar:
Posting Komentar